Dari Chao Praya dan Bhosporus ke Sungai Musi

Saya pernah mengadakan survei kecil-kecilan kepada teman-teman dekat saya. Apa yang mereka ketahui tentang kota Palembang? Mereka langsung menjawab pempek, Sungai Musi, dan Jembatan Ampera.

Semua orang yang datang ke Palembang baik urusan bisnis maupun sekadar jalan-jalan, pasti menyempatkan diri untuk makan pempek dan membeli pempek untuk oleh-oleh buat keluarga. Tapi sedikit sekali yang tertarik untuk jalan-jalan dengan perahu di Sungai Musi yang membelah Kota Palembang. Apalagi berjalan di Jembatan Ampera yang menjadi ikon Palembang dan menghubungkan Sebrang Hulu dan Sebrang Hilir. Mereka hanya berfoto di Benteng Kuto Besak dan menjadikan Sungai Musi dan Jembatan Ampera sebagai latar belakangnya.

Mari sedikit menyimak sejarah Kota Palembang. Menurut portal resmi pemerintah kotamadya, saat ini Palembang sudah berusia 1382 tahun dan menjadi kota tertua di Indonesia. Hal ini berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal juga sebagai prasasti Kedukan Bukit yang bertanggal 16 Juni 682. Sedangkan asal kata Palembang menurut Bahasa Melayu adalah dari kata pa atau pe sebagai kata tunjuk suatu tempat dan lembang atau lembeng artinya tanah yang rendah atau genangan air. Jadi Palembang artinya suatu tempat yang digenangi oleh air. Melihat topografisnya kota ini memang banyak dilalui oleh sungai-sungai kecil dan besar, salah satunya Sungai Musi yang pada zaman dahulu menjadi jalur transportasi yang sangat vital.

Namun sayang saat ini sungai-sungai tersebut seperti terlupakan. Sungai bukan lagi menjadi sarana transportasi utama. Perkembangan kota yang sangat cepat menyebabkan pembangunan kota Palembang meluas menjauhi tepian Sungai Musi yang sudah sangat padat. Rumah-rumah yang dulu menghadap ke Sungai Musi kini berpaling membelakanginya. Beruntung Pemerintah daerah cepat tanggap dan membangun beberapa lokasi wisata dan tempat berkumpul keluarga di depan Benteng Kuto Besak dan di Kampung Kapitan yang saling berseberangan.

Saya jadi teringat dengan kota-kota besar yang dibelah Sungai. Seperti Bangkok dengan Chao Phraya River, Paris dengan Sungai Seine-nya, Melbourne dengan Yarra River, Amsterdam dengan kanal-kanalnya atau Istanbul yang dibelah selat Bhosporus. Sungai, kanal dan selat di kota-kota tersebut tetap menjadi jalur transportasi yang vital dan malah berkembang pesat menjadi destinasi wisata yang dikunjungi jutaan wisawatan setiap tahunnya. Di sepanjang sungai yang dilalui dibangun hotel-hotel bintang lima, pusat-pusat wisata baru, restoran dan kafe, toko-toko suvenir, dan pusat-pusat perdagangan yang sekaligus menjadi lokasi pariwisata.

[caption id="attachment_1256" align="aligncenter" width="960"] Sungai Chao Praya selalu menjadi daya tarik wisatawan ketika berada di Bangkok. Termasuk saya. (Foto: koleksi pribadi)[/caption]

Palembang sangat mungkin berkembang menjadi seperti kota-kota tersebut di atas. Dengan sejarah yang panjang dan telah menjadi pusat perdagangan sejak zaman Sriwijaya, banyak hal yang menarik yang bisa dijual di sepanjang Sungai Musi.

Sebagai kota sejarah, di tepi sungai Musi saat ini sudah terdapat beberapa lokasi wisata yang menarik untuk dikunjungi, seperti Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Benteng Kuto Besak, Museum Sultan Mahmud Badarudin II dan Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera).

Sedangkan untuk wisata perdagangan di daerah Tanggo Buntung telah lama menjadi kawasan industri kerajinan Songket, kain khas Palembang yang sudah mendunia. Setelah itu ada Pasar 16 Ilir yang juga sudah mempunyai sejarah yang panjang dan dapat dijadikan salah satu destinasi wisata baru. Juga pasar di Sebrang Hulu di bawah Jembatan Ampera maupun Pasar Sekanak.

Untuk wisata rohani ada dua tempat bersejarah di Palembang dan tidak jauh dari Sungai Musi. Yang pertama Masjid Agung Palembang. Masjid ini dibangun oleh Sultan Mahmud Badarudin I pada tahun 1738 dan diresmikan pada tanggal 26 Mei 1748. Masjid Agung mempunyai arsitektur yang indah dan di bagian dalamnya masih mempertahankan keasliannya.

Yang kedua adalah sebuah Klenteng yang berada di Pulau Kamaro. Di sini telah dibangun pagoda sembilan lantai yang saat ini menjadi ikon Pulau Kamaro. Selain Klenteng dan pagoda, di Pulau Kamaro juga terdapat makam penunggu pulau, tempat pembakaran uang kertas dan juga pohon cinta.

Pulau Kamaro telah menjadi satu tujuan wisata religi buat keturunan Tionghoa. Sejarahnya yang panjang tentang kisah cinta saudagar dari Tiongkok bernama Tan Bun An dan perempuan asli Palembang bernama Siti Fatimah yang berakhir tragis, membuat lokasi wisata ini menjadi makin menarik untuk dikunjungi. Setiap peringatan Sin Cia atau Cap Go Meh, Pulau Kamaro dikunjungi oleh ribuan wisawatan baik domestik maupun mancanegara. Namun di hari-hari biasa Pulau Kamaro ini sangat sepi.

Selain pusat-pusat pariwisata yang sudah ada seperti tersebut diatas. Palembang juga bisa membuat dan membangun pusat-pusat pariwisata baru di tepi Sungai Musi seperti Water Park, Taman Hiburan Keluarga, Museum Air Tawar dan juga destinasi wisata menarik lainnya. Tentu saja usulan tersebut disesuaikan dengan kontur tanah dan lingkungan juga kebutuhan hiburan penduduk Kotamadya Palembang yang menurut data BPS tahun 2010 sudah mencapai 1,5 juta jiwa.

[caption id="attachment_1257" align="aligncenter" width="960"] Di belakang saya adalah pusat kuliner yang terintegrasi dengan pasar ikan modern di Sidney, Australia. (Foto: koleksi pribadi)[/caption]

Waktu berkunjung ke Sidney, saya sempat datang ke lokasi pelelangan ikan yang berada di tepi laut. Kita tidak hanya dapat melihat sistem lelang ikan yang sudah sangat canggih tapi juga bisa ikut membeli eceran di pasar ikan yang tertata rapi dan juga toko-toko yang menjual ikan. Di bagian lain pasar juga terdapat sejumlah restoran sea food yang menyediakan bermacam makanan laut segar. Pusat pelelangan ikan tersebut saat ini menjadi salah satu destinasi wisata menarik yang dikunjungi oleh banyak wisatawan domestik dan mancanegara.

Saya membayangkan jika itu dibangun di tepi Sungai Musi. Tidak perlu membangun yang besar dan canggih seperti di Sidney. Tapi cukup pasar ikan modern yang bersih dan tertata rapi. Berdampingan dengan restoran-restoran keluarga yang juga bersih dan rapi. Tawarkanlah harga yang terjangkau oleh masyarakat Palembang dan pendatang. Tentu saja jika pasar ikan dan pusat kuliner tersebut dikelola dengan baik akan menjadi salah satu andalan Palembang. Memakan ikan dari hasil sungai dan memilihnya sendiri tentu akan berasa lebih nikmat, apalagi sambil memandangi keindahan Sungai Musi.

Sedangkan di bagian lain di tepi Sungai Musi dapat dibangun pusat pariwisata pemancingan ikan dengan segala pernak-perniknya. Tempat ini akan sangat menarik buat para mancing mania. Waktu berkunjung ke Istanbul Turki, saya sempat ikut memancing di atas jembatan Selat Bhosporus. Setiap sore hari akan terlihat banyak pemancing yang asyik memancing sambil memandangi keindahan Selat Bhosporus.

[caption id="attachment_1258" align="aligncenter" width="960"] Selat Bhosporus di Istanbul, Turki tak hanya memberi kehidupan tetapi juga kenyamanan bagi mereka yang mengunjunginya. (Foto: Travel Today)[/caption]

Di tepi sungai Musi tepatnya di daerah Tanggo Buntung terdapat sentra industri kerajinan songket Palembang. Di lokasi ini bisa dibangun pasar songket dan pusat industri songket. Dengan satu lokasi penjualan yang tertata rapi dan banyaknya toko yang tersedia akan membuat wisatawan menjadi lebih mudah untuk memilih dan membeli songket. Proses menenun dan membuat songket akan menjadi tontonan yang menarik buat wisatawan, layaknya proses membatik di Jogja. Dengan banyaknya wisawatan yang tertarik melihat dan belajar menenun songket tentu saja industri songket akan lebih mendunia.

Pusat penjualan pempek dan makanan khas Palembang lainnnya seperti tekwan, model, burgo, dan juga kerupuk Palembang dapat dibangun menjadi satu. Bisa dibangun di daerah Sekanak atau seberang Sungai Musi berdampingan dengan pasar ikan yang modern. Proses pembuatan pempek yang bersih dan higienis beserta makanan khas Palembang lainnya, tentu saja akan menjadi salah satu atraksi yang menarik buat para wisatawan. Apalagi jika disediakan kursus secara singkat membuat makanan-makanan tradisional tersebut. Wisatawan yang suka masak akan banyak berdatangan ke tempat ini.

Belajar memasak tom yam, phat Thai, dan makanan khas Thailand lainnya sudah menjadi salah satu atraksi yang menarik ribuan orang setiap tahunnya di Bangkok. Wajar jika makanan dan restoran Thailand tumbuh bak jamur di setiap negara tujuan turis di dunia. Bandingkan dengan restoran Indonesia yang hanya ada di beberapa negara saja. Padahal makanan kita tidak kalah enaknya dengan makanan Thailand.

Jembatan Ampera sebagai ikon Kota Palembang harus mulai berhias diri. Bukan hanya bagus di pandang mata tetapi juga layak dan aman untuk tempat wisatawan berjalan kaki, berfoto, dan menikmati keindahannya. Trotoar jalan ditinggikan dan dibuat dengan gradasi warna yang indah dengan lampu-lampu jalan yang menarik. Hal ini akan mengundang orang dari Benteng Kuto Besak untuk berjalan melintasi Jembatan Ampera menuju seberang yang telah dibangun pusat-pusat destinasi wisata baru, begitupun sebaliknya. Biarkan turis memilih mau naik perahu atau getek atau berjalan santai melintasi jembatan yang indah.

[caption id="attachment_1259" align="aligncenter" width="960"] Saya (tengah) menyusuri Sungai Musi bersama teman-teman. Semoga Sungai Musi bisa menjadi tujuan wisata yang mampu bersaing dengan lokasi sejenis yang pernah saya kunjungi di manca negara. (Foto: koleksi pribadi)[/caption]

Jika saja ini bisa terwujud, Sungai Musi akan kembali menjadi halaman muka dan ramai dilalui oleh banyak kapal wisatawan. Dengan berkembangnya pembangunan pusat pariwisata baru di tepi Sungai Musi, maka tentu saja akan berimbas secara langsung terhadap transportasi air yang ada di Sungai Musi. Perahu-perahu tersebut akan ikut berhias mengikuti perkembangan wisatawan yang kian hari kian ramai. Jalur wisatawan dapat diatur dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Pusat-pusat industri pariwisata baru akan tumbuh. Hotel, restoran, industri kerajinan kecil dan menengah juga akan hadir mewarnai Sungai Musi. Sungai Musi akan kembali ke kejayaannya seperti pada jaman Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darusalam dulu.

Ini mimpi saya untuk kota Palembang sebagai wong kito yang dibesarkan di Palembang dan penggiat pariwisata. Saya sangat ingin melihat Palembang bukan hanya maju sebagai kota perdagangan, tapi juga maju sebagai kota pariwisata yang kembali ke asalnya. Yaitu kota wisata sungai, sejarah, dan perdagangan. Bukan hanya terkenal di Indonesia tapi juga di dunia. Semoga saja mimpi saya ini akan menjadi nyata nantinya.

Zahrudin Haris

Comments

Popular posts from this blog

Mencicipi Sajian Khas Kue Pia Nias

Rasakan Sensasi Masakan Pa’piong Toraja

Keindahan Masjid Cheng Hoo Surabaya