5 Hari 4 Malam di Perairan Nusa Tenggara (Bagian Ketiga)

Lanjutan dari bagian kedua

Matahari belum lagi menampakkan sinarnya. Tapi gelap sudah memudar. Laut sangat tenang tak berombak. Embun tipis yang menyelimuti perlahan mulai menghilang.

Setiap hari  saya terbilang bangun paling pagi. Beradu cepat dengan pemandu kami yang sangat luar biasa. Ketika saya keluar dari kamar kabin, waktu baru menunjukkan pukul 5.30 pagi. Saya berjalan ke depan dan mendapati Bli Anto, pemandu kami telah duduk santai di anjungan.

[caption id="attachment_1120" align="aligncenter" width="960"] Zahrudin Haris (tengah) bersama Bli Anto (kiri), foto: traveltoday[/caption]

Saya bertegur sapa sejenak dengan bapak muda asal Bali yang telah lama tinggal di Lombok ini. Ia setiap minggu bekerja sebagai pemandu wisata, menyusuri pulau-pulau dari Nusa Tenggara barat ke timur. Begitu juga sebaliknya. Namun Bli Anto tidak pernah berhenti mensyukuri keindahannya. Banyak cerita menarik darinya. Termasuk cerita tempat yang akan kami kunjungi pagi ini, yaitu Pulau Komodo.

Menyusuri Jejak Komodo di Pulau Komodo

Setelah sarapan, kapal yang kami tumpangi berjalan perlahan menuju Pulau Komodo. Jarak dari Pulau Kalong tempat kami menginap semalam dengan pulau Komodo tampak tidak terlau jauh. Lebih kurang satu jam, kami sudah bersandar di dermaga Pulau Komodo. Dermaga ini tampak kokoh dan memanjang dari laut ke tepi pantai. Tampak sudah disiapkan untuk menyambut kedatangan semua turis baik domestik maupun mancanegara.

Pemandu kami mengingatkan untuk memakai perlengkapan trekking, karena kami akan menjelajahi pulau ini agar bisa menemukan dan melihat komodo dari dekat. Setelah siap, kami memasuki pulau.

Kami disambut oleh gerbang yang bertuliskan: Selamat Datang di Pulau Komodo. Pemandu kami membeli tiket masuk. Dan kami pun berkumpul mendengarkan arahan dari pemandu khusus Pulau Komodo. Sebagian besar pemandu khusus itu adalah penduduk lokal yang sudah sangat akrab dengan pulau ini.

[caption id="attachment_1121" align="aligncenter" width="960"] Gerbang masuk Pulau Komodo, foto: traveltoday[/caption]

Kami mendapatkan penjelasan singkat tentang pulau ini. Pulau yang berada di sisi selatan Nusa Tenggara Timur ini pertama kali diberi nama Pulau Komodo oleh Steyn vans Hens Broek. Ia adalah seorang peneliti asal Belanda  yang datang ke Pulau Komodo karena penasaran.  Ia ingin membuktikan cerita dari tentara Belanda tentang adanya hewan besar yang menyerupai naga di pulau ini.

Setelah datang ke Pulau Komodo, Steyn memburu dan membunuh seekor komodo dan mendokumentasikannya. Hasilnya dibawa ke Museum Zoologi di Bogor untuk diteliti. Hasil penelitiannya tersebut kemudian dipublikasikan pada tahun 1912. Sejak itulah berita tentang Pulau  Komodo dan hewan Komodo menyebar ke seluruh dunia.

Komodo adalah reptil darat terbesar di dunia yang sudah hampir punah. Binatang ini hidup endemik hanya di dua pulau, yaitu Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Kedua pulau ini berdampingan, dibatasi Selat Komodo dan berjarak lebih kurang 100 meter. Komodo termasuk jenis hewan karnivora, yang mempunyai lidah bercabang dua yang berfungsi sebagai pengecap. Komodo membuat sarang di dalam tanah.

Komodo termasuk binatang yang unik, karena mempunyai dua cara untuk bereproduksi. Pertama dengan cara pembuahan antara sang jantan dan sang betina (fertilisasi). Kedua dengan cara parthenogenesis, yaitu membuat seekor komodo betina menjadi hamil tanpa proses pembuahan. Tetapi cara ini mengakibatkan semua telur yang dilahirkan akan berjenis kelamin jantan. Namun sistem parthenogenesis inilah yang menyebabkan bertahannya spesies yang merupakan kerabat dinosaurus ini dari kepunahan.

Kami diberi tiga pilihan trip, yaitu trip satu jam, dua jam dan tiga jam. Karena cuaca mendung dan tampak akan hujan, kami memilih jalur yang dua jam. Ada dua orang yang memandu kami, satu di depan dan satu di belakang. Saya yang selalu penuh rasa ingin tahu, memilih berjalan berdampingan dengan pemandu yang di depan.

[caption id="attachment_1122" align="aligncenter" width="960"] rombongan turis sedang menjelajahi Pulau Komodo, foto: traveltoday[/caption]

Saya banyak bertanya tentang kondisi pulau ini. Menurut pemandu, pulau ini sebagian besar hutan lebat. Makin jauh dijelajahi makin lebat hutan yang dilewati. Ada banyak lokasi yang belum terjamah oleh manusia.

Karena kami datang di musim hujan, pulau ini tampak menghijau dan sangat subur. Jalur yang kami lalui sudah diberi tanda dan kami tidak boleh keluar jalur. Saya jadi ingat semasa sekolah dulu waktu aktif di pramuka dan pecinta alam yang harus menjelajah mencari tanda agar dapat lulus ujian kenaikan tingkat. Namun sekarang kami mencari tanda keberadaan komodo.

Karena rombongan yang agak besar, maka kami tidak bisa berjalan terlalu cepat. Dan hujan mulai turun. Pemandu kami berkata kalau hujan begini kemungkinan besar komodo jarang keluar dari sarangnya. Karena musim hujan sama dengan musim kawin. Mereka memilih tempat yang agak jauh dari penjelajahan manusia karena tidak ingin terganggu. Kami berjalan terus dan menemukan banyak jejak kaki komodo namun belum melihat keberadaan pemiliknya.

Beberapa saat kemudian, kami menemukan bekas sarang komodo. Sarang ini menyerupai gundukan tanah yang agak tinggi. Terlihat bekas pecahan cangkang telur komodo yang sudah lama. Kami melihat banyak burung, ayam hutan, monyet dan musang berkeliaran di sekitarnya. Ada beberapa rusa yang berlindung di balik pepohonan. Pulau ini tampak benar-benar alami dan terawat. Mungkin karena semua yang datang cuma dari satu pintu dan selalu diawasi oleh pemandu dari depan dan belakang. Sehingga semua turis tertib dalam penjelajahannya.

[caption id="attachment_1123" align="aligncenter" width="960"] bekas sarang Komodo yang kami temukan, foto: traveltoday[/caption]

Dua jam hampir berlalu, saya tetap fokus mencari dan melihat gerakan semak dan pepohonan di dalam hutan. Namun yang terlihat hanya gerakan pohon-pohon yang diakibatkan oleh rusa dan hewan-hewan lainnya. Sementara hujan mulai lebat. Semua peserta tampak mulai kecewa. Jauh-jauh datang kemari tidak bisa melihat dan bertemu komodo di habitatnya. Tentu saja kecewa. Namun sebelum perhentian terakhir, semangat tetap belum runtuh. Walau hujan mulai menggemuruh.

Dan benar saja... di ujung penjelajahan kami. Pemandu kami memberi tahu kalau ada komodo yang berada di dekat rumah pawangnya. Kami berlarian ke sana di bawah guyuran hujan. Berebutan mendekat. Tampak komodo yang sangat besar dengan panjang lebih dari 3 meter, tampak sudah tua dan malas bergerak. Matanya melihat kesana kemari dengan lidah menjulur-julur bercabang dua. Saya takut-takut mendekat. Namun semua peserta bule justru berebutan foto di dekat komodo tersebut.

[caption id="attachment_1124" align="aligncenter" width="960"] Zahrudin Haris sedang berfoto dengan Komodo, foto: traveltoday[/caption]

Beberapa pawang komodo mengingatkan agar jangan terlalu dekat dan jangan terlalu berisik agar komodo tersebut tidak terganggu. Sambil meminta pawang komodo teman perjalanan tadi  untuk memoto saya, saya memandangi komodo ini dengan perasaan luar biasa.

Selama ini hanya bisa melihat gambar dan video komodo di internet dan di mata uang rupiah, namun saat ini sungguh berada di depan mata. Saya terus menerus melihat dengan takjub sekaligus sangat bangga. Bangga karena hewan besar serupa naga ini tinggal dan berkembang biak di pulau yang berada di wilayah Indonesia. Bayangkan kalau berada di Afrika, berapa besar biaya yang harus saya keluarkan untuk sekadar melihatnya. Sama seperti teman-teman seperjalanan saya dari Eropa ini.

Setelah puas, kami diajak oleh pemandu untuk melihat-lihat kios suvenir khas Pulau Komodo. Mulai dari patung-patung komodo yang berukuran kecil hingga besar serta kain tenun khas Flores yang sangat terkenal keindahannya. Juga baju-baju kaos bermotif komodo. Setelah membeli beberapa suvenir untuk oleh-oleh, kami beristirahat di warung kopi yang banyak tersedia. Menyeruput teh hangat beserta pisang goreng di pulau yang ada di mimpi saya ketika kecil. Perasaan saya bungah.

Menjelajah Padang Savanna di Pulau Rinca

Hujan sudah mulai reda, kami pun segera kembali ke kapal. Walau pasir putih dan pantai yang landai di Pulau komodo tampak menggoda. Namun perjalanan belum usai. Kami harus melanjutkan ke pulau tetangganya yaitu Pulau Rinca.

Pulau ini berjarak kurang lebih 100 meter dari pulau Komodo. Namun ketika saya tanya pemandu saya. Komodo di Pulau Komodo tidak bisa menyeberang ke Pulau Rinca. Begitu juga sebaliknya. Menurut ceritanya, komodo di Pulau Rinca tampak lebih kecil dan lebih gesit. Karena pulau Rinca lebih berbukit-bukit dan lebih banyak padang rumput daripada hutan. Sehingga makanannya sedikit berkurang. Saya penasaran ingin membuktikannya.

Tidak berapa lama Pulau Rinca sudah tampak di depan mata. Dermaga pulau Rinca tampak lebih kecil. Sudah banyak kapal yang merapat. Kami harus menunggu sebentar untuk mendapatkan celah antrean agar kapal bisa melepas jangkar. Setelah kapal sandar. Kami tertib mengantre turun. Saya masih diselimuti rasa penasaran ingin melihat kehidupan liar komodo yang sesungguhnya di alam bebas. Bukan di halaman rumah pawangnya. Dan ingin melihat berekor-ekor, bukan hanya satu ekor.

[caption id="attachment_1125" align="aligncenter" width="960"] kapal sedang antre di pesisir Pulau Rinca, foto: traveltoday[/caption]

Kedatangan kami disambut oleh banyak monyet kecil yang bergelantungan di pohon-pohon sekitar dermaga. Monyet-monyet tersebut tampak akrab dengan para turis yang datang. Mereka bermain di sekitar kami, namun susah untuk dipegang. Mereka berlompatan menjulur-julurkan lidah seakan meledek dan berkata lihat boleh pegang jangan. Hehehe.

Kami menyusuri jalan setapak yang licin dan berlumpur karena habis hujan. Sekitar 500 meter dari dermaga, pemandu kami kemudian mendaftarkan diri dan membayar biaya masuk. Saya melihat banyak perbedaan pulau ini dengan Pulau Komodo. Terdapat lapangan yang cukup luas dan juga bekas rawa-rawa yang sudah dipangkas. Tidak ada pantai pasir putih ataupun tempat bersantai di pinggir pantai seperti Pulau Komodo. Di sepanjang bibir pantai pulau ini justru terdapat hutan bakau dan rawa-rawa yang menurut pemandu kadang-kadang terlihat buaya berenang.

Kami mendengarkan penjelasan dari pemandu dan pawang Komodo yang akan mendampingi perjalanan kami. Pulau Rinca terletak di sebelah barat Pulau Flores, yang dipisahkan oleh selat Molo. Pulau ini juga merupakan bagian dari Situs Warisan Dunia Unesco karena merupakan kawasan Taman Nasional Komodo bersama dengan Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Gili Motang.

Penjelajahan kami di Pulau Rinca dimulai. Barulah berjalan beberapa puluh meter, kami melihat seekor komodo yang berada di halaman rumah sedang berjalan diikuti oleh beberapa orang turis asing. Komodo ini juga tampak tua dan sudah tidak terlalu gesit. Mirip dengan yangkami temui di Pulau Komodo. Menurut pawangnya Komodo ini memang selalu berada di dekat rumah, karena sudah tidak pandai mencari makan dan bersaing dengan komodo-komodo lainnya. Jadi makanannya selalu disiapkan oleh pawangnya.

Setelah melihat sebentar, kami melanjutkan perjalanan. Dan tidak berapa lama, kami mendengar teriakan seseorang. Kami berlarian menghampiri. Dan tampaklah komodo muda yang sangat segar berada di tengah semak belukar. Komodo ini tampak gesit dan berbahaya. Kepalanya bergerak pelan ke kiri ke kanan seakan-akan waspada terhadap setiap ancaman. Matanya tampak memandang kami dengan ganas. Lidahnya menjulur-julur tanpa henti. Ekornya bergerak-gerak memapas tumbuhan yang ada di belakangnya.

Kami memandangnya dari jarak puluhan meter. Kami tak diperbolehkan mendekat oleh pawang. Berbahaya. Saya sedikit takut-takut namun takjub. Keinginan saya tadi menjadi nyata. Rasa penasaran saya terpenuhi. Beberapa kali melihat buaya di penangkaran namun jadi tidak berarti begitu melihat komodo ini. Tampak besar, gagah, ganas dan berbahaya. Komodo itu berjalan pelan menjauhi kami, lalu kami pun melanjutkan penjelajahan.

Kami menemukan seekor komodo lagi tak lama berselang. Lebih besar namun tidak lebih ganas dari yang sebelumnya. Saya mengabadikan setiap momen pertemuan dengan hewan-hewan raksasa ini. Setelah puas kami pun melanjutkan perjalanan.

[caption id="attachment_1127" align="aligncenter" width="960"] Komodo-Komodo yang dijumpai di Pulau Rinca, foto: traveltoday[/caption]

Makin lama kami melakukan penjelajahan, makin terlihat perbedaan antara Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Di pulau ini tampak banyak padang savanna yang sangat lapang dan indah untuk berfoto. Kalau di Pulau Komodo semua hutan lebat, kami tidak bertemu padang savanna sama sekali. Makin ke atas kami mendaki, makin indah pemandangan yang ada di pulau ini.  Benar kata pemandu kami tadi, jika ingin mendapatkan foto-foto yang indah dengan pemandangan savanna yang luas, serta hamparan laut biru dan pulau-pulau hijau di bawah sana, maka datanglah ke Pulau Rinca.

Kamipun tiba di atas Bukit Ora yang berketinggian 650 meter dari permukaan laut. Saya melihat pemandangan yang menakjubkan. Bukit ini merupakan padang savanna yang sangat luas yang membuat mata bebas memandang ke mana saja. Terlihat Pulau Komodo dan beberapa pulau lainnya. Juga hamparan laut yang luas serta beberapa kapal hilir mudik mengangkut turis yang berwisata. Kami mengabadikan semuanya di dalam kamera. Saya makin cinta alam Indonesia.

[caption id="attachment_1126" align="aligncenter" width="960"] Zahrudin Haris sedang berfoto di Bukit Ora, foto: traveltoday[/caption]

Bersantai di Pantai Pulau Kelor

Kapal berjalan perlahan memecah lautan yang tenang. Hujan telah benar-benar reda. Matahari sudah menampakkan diri. Kami menikmati makan siang dengan suka cita sambil bersenda gurau. Perjalanan dengan kapal empat hari benar-benar sudah mengakrabkan kami. Empat hari lalu kami tidak saling mengenal. Namun kini kami layaknya teman yang sudah kenal lama. Alam telah menyatukan kami layaknya satu keluarga.

Perjalanan menuju Pulau Kelor kami tempuh sekitar dua jam. Pemandu kami menunjuk satu pulau kecil yang tampak sudah dipenuhi beberapa kapal yang bersandar. Tidak ada dermaga di sana. Hanya hamparan pasir putih sepanjang pantai serta air laut yang sangat jernih berwarna hijau toska. Dasar laut  tampak jelas terlihat. Membuat kami ingin segera menyatu dan berenang di dalamnya.

[caption id="attachment_1128" align="aligncenter" width="693"] keindahan Pulau Kelor,foto: Travelling Story[/caption]

Setelah kapal melepas jangkar dan mendapatkan tempat untuk bersandar. Semua peserta tur tampak dengan santai satu persatu lompat dari kapal dan menceburkan diri. Saya memilih melompat dari sebelah kanan, karena langsung menuju laut yang dangkal. Sedangkan sebelah kiri tampak lebih dalam dan agak berombak. Para peserta turis asing memilih untuk turun di sebelah kiri dan langsung berenang menuju pantai yang sangat tenang.

Kami pun berenang bersama di air laut yang sangat jernih ini. Dasar laut yang berpasir putih layaknya tepung terasa lembut di kaki. Tidak ada karang di bawahnya. Menyenangkan. Kami berenang bersama di alam bebas,  layaknya anak kecil yang bermain di kolam renang anak-anak. Kami saling menyatu, saling bercerita, bersenda-gurau, mengobrol sana-sini, kemudian menyelam, berenang lagi,  mendekat dan menyatu lagi, saling bercerita kembali. Betapa santainya dunia. Sungguh... nikmat mana lagi yang akan kami temui?

Bersambung...

Comments

Popular posts from this blog

Mencicipi Sajian Khas Kue Pia Nias

Rasakan Sensasi Masakan Pa’piong Toraja

Keindahan Masjid Cheng Hoo Surabaya