5 Hari 4 Malam di Perairan Nusa Tenggara (Bagian Pertama)

Diombang-ambing Bahagia

Sudah lama sekali saya bermimpi untuk menyusuri lautan Nusa Tenggara yang terkenal akan keindahannya. Saya harus mengatur waktu minimal satu minggu agar bisa menjelajahi pulau-pulau kecil dari Lombok, Nusa Tenggara Barat menuju Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Dan tahun lalu, bertepatan dengan Idul Adha, saya mempunyai waktu libur selama satu minggu.

Saya segera menelpon dua teman yang mempunyai mimpi yang sama untuk mengajak mereka melakukan perjalanan. Mereka setuju. Kami langsung pesan tiket, booking hotel dan paket tur Lombok – Labuan Bajo dan tentu saja packing barang agar besok tinggal berangkat.

Keesokan harinya kami terbang menuju Mataram dengan pesawat sore. Penerbangan ini sengaja kami pilih untuk menyesuaikan jadwal keberangkatan kapal menuju Labuan Bajo. Jika terbang dari Jakarta pada pagi hari, maka kapal ke Labuan Bajo sudah berlayar sebelum kami mendarat di Lombok.

Pemandu kami menyarankan agar menginap semalam di Lombok. Maka, kami memilih penginapan di daerah Pantai Senggigi. Pilihan yang tidak salah sebab kami bisa menikmati malam dengan makan di restoran sea food yang banyak terdapat di sepanjang pantai.

Indahnya Pulau Moyo dan Pulau Satonda.

Perjalanan menyusuri pulau-pulau kecil di Nusa Tenggara dimulai. Setelah sarapan, kami dijemput oleh pemandu dengan kendaraan mini bus untuk menuju Pelabuhan Bangsal. Perjalanan ditempuh sekitar satu jam. Sampai di Pelabuhan Bangsal kami mendaftar ulang, mengisi formulir asuransi dan melakukan pembayaran.

Sambil menunggu keberangkatan kami membeli makanan ringan untuk bekal selama di kapal. Lima hari empat malam berada di kapal bukanlah perjalanan yang sebentar. Walaupun mendapat makan tiga kali sehari, tentu saja perlu juga cemilan, untuk menemani  perjalanan agar tidak merasa bosan.  Setelah semua beres, kami bergabung dengan peserta tur lainnya.

[caption id="attachment_1063" align="aligncenter" width="960"] Zahrudin Haris (paling kanan bawah) berfoto bersama turis lainnya, foto: Zahrudin Haris[/caption]

Ternyata dari 25 orang cuma 4 orang asal Indonesia. Kami bertiga ditambah satu solo traveller dari Jakarta. Sementara yang lain berasal dari berbagai belahan dunia lainnya. Ada yang dari Amerika, Kanada, Inggris, Belanda, Kroasia, Swiss, Spanyol, Belgia, Perancis dan Denmark. Awalnya masing-masing masih berkelompok-kelompok sesuai dengan asal negaranya. Namun setelah kami naik ke kapal, semua mulai bergabung dan saling mengakrabkan diri. Kebetulan sebagian besar negara itu pernah saya kunjungi. Itu membuka pintu buat saya untuk lebih dekat dengan mereka dengan memuji keindahan negara-negara asal mereka. Sama seperti mereka memuji tentang keindahan alam Indonesia. Saya ikut bangga karenanya.

Setelah makan siang, kami semua naik ke kapal. Kapal ini mempunya panjang sekitar 30 meter dan lebar 6 meter. Di atas ada dek berisi deretan tempat tidur yang bisa memuat 20 orang. Dek tersebut beratapkan terpal tebal sebagai pelindung dari matahari dan hanya bisa untuk duduk dan tidur.  Di bagian depan deck terdapat ruangan untuk kapten kapal dan nahkoda beserta kru.

[caption id="attachment_1059" align="aligncenter" width="960"] suasana di dalam kapal, foto: Zahrudin Haris[/caption]

Sementara di lantai bawah ada 4 kamar kabin, masing-masing kamar untuk 2 orang. Dan di bagian belakang ada dapur, dua kamar mandi serta toilet dan juga kamar untuk kelasi kapal. Di bagian depan ada ruangan terbuka yang lumayan luas untuk berkumpul, makan siang dan malam juga untuk bersantai. Sementara di bagian paling depan terdapat anjungan yang menjadi tempat duduk santai buat menikmati pemadangan. Saya dan teman memilih untuk tinggal di kabin bawah.

Setelah terombang-ambing selama 8 jam tibalah di Sugian. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Tempat ini bukanlah pulau seperti yang saya bayangkan. Kami berada di tengah perairan yang sangat tenang, dikelilingi oleh pulau-pulau kecil yang tampak hanya bayangannya saja. Dari pulau-pulai kecil itu terlihat banyak cahaya lampu kerlap-kerlip seperti kunang-kunang yang sedang terbang. Sungguh indah. Karena banyak lampu itulah maka pulau-pulau ini disebut oleh para pelaut sebagai Gili Lampu. Kami kemudian makan malam dan berbincang-bincang sebentar menikmati malam sebelum tidur.

[caption id="attachment_1060" align="aligncenter" width="960"] sunset di dalam kapal, foto: Zahrudin Haris[/caption]

Pagi hari kami bangun dengan tubuh yang lebih segar. Terbangun di atas kapal kecil di tengah laut dengan pemandangan sekitar yang sangat indah sungguh momen luar biasa buat saya. Sebagian dari teman-teman bule berenang menikmati keindahan laut. Sementara saya gosok gigi dan cuci muka di air tawar yang disediakan. Setelah sarapan, perjalanan dilanjutkan menuju Pulau Moyo.

Sebelum makan siang kami tiba di Pulau Moyo. Pulau yang terletak di sebelah utara Pulau Sumbawa besar ini memiliki luas 42.044,86 hektar dan dihuni sekitar 2000 jiwa (sensus 2010). Pulau ini sangat terkenal kecantikannya di dunia. Di pulau inilah berdiri Amanwana Resort. Resort yang sangat eksklusif ini banyak dikunjungi oleh selebritas ternama. Almarhumah Lady Diana dan pangeran William pernah menginap disitu, juga Mick Jagger, David Beckham, petenis Maria Sharapova, dan juga mantan kiper Manchester United, Edwin Van der Saar. Para pesohor dunia tersebut mengaku kagum dengan eksotisme Pulau Moyo.

[caption id="attachment_1067" align="aligncenter" width="960"] para turis melakukan perjalanan di pulau moyo, foto: Zahrudin Haris[/caption]

Kapal kami merapat di pantai berpasir putih yang tidak berpenghuni. Kami turun menjejakkan kaki di pantai berpasir putih yang sangat halus. Di bibir pantai yang hanya berjarak sepuluh meter dari laut terdapat danau yang sangat jernih. Karena belum mandi, saya langsung menceburkan diri dan menikmati kesegarannya. Anehnya, air danau tersebut terasa tawar dan sangat dingin. Terdapat banyak ikan air tawar berwarna warni  berenang di dalamnya. Sangat berbeda dengan air laut yang hangat dan asin di sebelahnya. Sungguh alam memberikan semuanya untuk kita nikmati. Hati saya langsung terpatri di pulau ini.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan dengan menyusuri jalan setapak yang dirimbuni pepohonan. Kami  menuju air terjun yang sangat terkenal disini yaitu Air Terjun Mata Jiwa. Perjalanan kami diiringi kicau burung yang saling bersahutan. Saya menoleh ke arah pepohonan. Ternyata banyak burung berbulu indah disini, berlompatan di antara pepohonan, bermain bersama teman-temannya. Mereka tidak terusik dengan kehadiran kami. Saya juga melihat beberapa ekor ayam hutan yang berkeliaran, monyet-monyet kecil yang berlompatan, dan musang yang sembunyi-sembunyi mengintip kedatangan kami. Kami menyebrang sungai yang tidak terlalu besar dengan air yang sangat jernih. Ikan-ikan berenang seakan menyambut kehadiran kami. Pemandangan yang menyejukkan mata.

[caption id="attachment_1066" align="aligncenter" width="960"] keseruan di pulau moyo, foto: Zahrudin Haris[/caption]

Lima belas menit kemudian,  kami tiba di air terjun Mata Jiwa. Air terjun ini tidak terlalu besar, namun terdiri dari beberapa tingkatan. Airnya yang sangat jernih mengundang kami untuk menceburkan diri. Di setiap bawah tingkatan terdapat kolam-kolam yang terbentuk secara alami. Kami kemudian menceburkan diri dan mendaki bebatuan di setiap tingkatan tersebut. Cukup sulit dan harus hati-hati karena batuan yang licin. Namun di pinggiran tebing terdapat pepohonan dan akar yang bisa dijadikan pegangan untuk mendaki. Sesampai di atas ternyata banyak penduduk lokal yang juga sedang berwisata. Kami bergabung bersama mereka. Ada kolam yang sangat dalam dengan tali terjuntai dari dahan pohon yang bisa dijadikan alat permainan. Semua peserta menceburkan diri ke kolam dengan memakai tali tersebut layaknya tarzan yang berayun dari pohon ke pohon. Seruu..

Setelah puas, kami kembali menyusuri jalan setapak menuju  ke kapal. Sambil berjalan kami tak henti menikmati keindahan alam di Pulau Moyo ini.

Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan menuju Pulau Satonda. Pulau yang terletak di Ujung Barat kebupaten Dompu ini menyimpan keindahan alam yang sangat menakjubkan. Pulau ini merupakan sebuah daratan yang terbentuk oleh letusan gunung api dari dasar laut jutaan tahun lalu. Kapal kami merapat di dermaga yang sudah tersedia. Pulau ini tampak sudah dipersiapkan untuk menyambut kedatangan turis baik lokal maupun mancanegara.

Pantai yang landai dengan pasir putih yang menghampar juga air laut yang berwarna hijau toska sungguh memanjakan mata. Di pulau ini juga terdapat restoran dan tempat istirahat yang dibangun oleh pengelola pulau. Bagi yang ingin mandi terdapat kamar-kamar mandi yang disewakan.

Yang sangat unik dari pulau ini adalah Danau Satonda. Danau yang berjarak kurang lebih 200 meter dari bibir pantai ini berada di tengah pulau dikelilingi bukit yang cukup tinggi. Kami segera mendaki bukit  dan berjalan ke kiri-kanan sekitar 100 meter. Menakjubkan. Kamera semua turis tak berhenti mengabadikannya. Jika kita memotret dengan menggunakan fitur panorama, maka kita akan mendapatkan pemandangan danau, bukit, dan laut yang bersisian dengan indahnya.

[caption id="attachment_1062" align="aligncenter" width="677"] danau satonba, foto: Samawa Seaside Cottages[/caption]

Kemudian kami turun lagi untuk menuju danau. Luas Danau Satonda sekitar 2x2 kilometer persegi dan kedalamannya sama dengan kedalaman laut. Saking dalamnya, air danau terlihat jernih di permukaan namun tampak gelap dan hitam di bagian dalam. Saya menyewa ban dan coba berenang serta melihat kedalamannya. Namun hanya melihat beberapa ikan berenang seperti ikan sungai atau rawa. Walau berbeda warna dan dibatasi oleh bukit dengan laut, namun air danau ini terasa asin. Karena penasaran saya mencobanya, dan beneran... asiiin....

Ada banyak teori dan hipotesa  tentang rasa asin air danau ini, yang akan sangat panjang kalau saya ceritakan satu persatu. Salah satunya karena pulau ini terbentuk dari letusan gunung api yang berada di laut maka bisa jadi air lautlah yang menggenangi danau ini. Dan kemungkinan terbesar terdapat sungai atau gua bawah laut yang menghubungkan danau ini dengan laut yang mengitari Pulau Satonda. Namun karena kedalaman dan tampak misteriusnya danau ini, belum pernah ada yang bisa membuktikannya.

Melihat warna dan kedalaman danau ini, saya teringat dengan Danau Titisee dan Black Forest di Jerman yang pernah saya kunjungi. Sama-sama sangat jernih diatas dan tampak hitam di kedalaman juga dikelilingi bukit. Namun menurut saya Danau Satonda jauh lebih indah. Bukan karena saya orang Indonesia. Tapi  karena danau ini berada di tengah pulau dan dekat dengan pantai berpasir putih dan laut yang sangat jernih airnya. Jika datang kesini, kita bisa menikmati ketiganya sekaligus. Namun sayangnya keindahan Pulau Satonda dengan danaunya belum dieksplorasi dan dipromosikan secara masif ke mancanegara.  Sehingga pulau dan danau Satonda belum sepopuler Danau Titisee dengan Black Forestnya yang dikunjungi jutaan wisatawan mancanegara setiap tahunnya.

Saya meninggalkan Pulau Satonda dengan perasaan enggan dan berat hati. Tetapi penjelajahan kami ke pulau-pulau lainnya tak sampai di sini.

Bersambung...

(bagian dua)

Comments

Popular posts from this blog

Mencicipi Sajian Khas Kue Pia Nias

Rasakan Sensasi Masakan Pa’piong Toraja

Keindahan Masjid Cheng Hoo Surabaya